==Pendahuluan== Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama Islam pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut.
Adat Minangkabau pada dasarnya sama seperti adat pada
suku-suku lain, tetapi dengan beberapa perbedaan atau kekhasan yang
membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena masyarakat Minang sudah
menganut sistem garis keturunan menurut Ibu, matrilinial, sejak kedatangannya
di wilayah Minangkabau sekarang ini. Bold text Kekhasan
lain yang sangat penting ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh setiap
orang di seluruh pelosok nagari dan tidak menjadi adat para bangsawan dan
raja-raja saja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan adat, hampir semua
laki-laki dewasa menyandang gelar adat, dan semua hubungan kekerabatan diatur
secara adat.
Pada tataran konseptional, adat
Minang terbagi pada empat kategori:
1.
Adat
nan sabana adat
2.
Adat
nan teradat
3.
Adat
nan diadatkan
4.
Adat
istiadat
Adat
mengatur interaksi dan hubungan antar sesama anggota masyarakat Minangkabau,
baik dalam hubungan yang formal maupun yang tidak formal, sesuai dengan pepatah,
bahwa sejak semula ada tiga adat nan tajoli:
Partamo
sambah manyambah,
kaduo
siriah jo pinang,
katigo
baso jo basi.
Banamo
adat sopan santun.
Tajoli dari kata 'joli', sejoli=sepasang,
(joli=kereta tandu, teman sejoli berarti teman satu kereta tandu sehingga
sangat akrab) satu set. Jadi ketiga bagian adat di atas adalah satu set yang
berjalan seiring, diprektekkan dalam kehidupan sehari-hari orang Minang, baik
orang biasa maupun para penghulu dan cerdik pandainya.
Secara legalistik atau kelembagaan, adat Minang dapat
dirangkum dalam Limbago nan Sapuluah, yaitu:
1.
Cupak
nan duo
2.
Kato
nan ampek
3.
Undang
nan ampek
Cupak nan Duo ialah Cupak Usali dan
Cupak Buatan Kato nan Ampek ialah:
1.
Kato
Pusako
2.
Kato
Mupakat
3.
Kato
Dahulu Batapati
4.
Kato
Kudian Kato Bacari
Undang nan Ampek ialah:
2.
Undang-undang Nagari
3.
Undang-undang
Dalam Nagari
EMPAT JENIS ADAT DI MINANGKABAU
Adat
Minang mencakup suatu spektrum dari yang paling umum hingga yang paling khusus,
dari yang paling permanen dan tetap hingga yang paling mercurial dan sering berubah-ubah, bahkan ad-hoc. Di sini adat
Minang disebut Adat nan Ampek.
1). Adat nan Sabana Adat,
adat yang paling stabil dan umum, dan sebenarnya berlaku bukan hanya di
Minangkabau saja, melainkan di seluruh alam semesta ini. Disepakati bahwa adat
yang sebenarnya adat adalah Hukum Alam atau Sunnatullah, dan Hukum Allah yang
tertuang di dalam ajaran Islam. Dengan mengambil Alam takambang menjadi guru adat Minang dapat menjamin
kompatibilitasnya untuk segala zaman dan dengan demikian menjaga
kelangsungannya di hadapan budaya asing yang melanda. Masuknya agama Islam ke Minangkabau, juga telah melengkapi
Adat Minang itu menjadi kesatuan yang mencakup unsur duniawi dan unsur transedental.
2) Adat nan teradat
2) Adat nan teradat
3) Adat nan Diadatkan. Adat Minang menjadi adat Minang
adalah karena suatu identitas dengan kesatuan etnis dan wilayah : adat
Minang adalah adat yang diadatkan oleh
Orang Minang, di Minangkabau. Jadi adat Minang itu sama di seluruh Minangkabau,
dan setiap orang Minang be dan leluasa membuat penyesuaian-penyesuaian, maka
adat itu akan bertahan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya akan sense of order.
Tidak ada unsur paksaan yang akan terasa jika adat itu monolitik dan seragam di
seluruh wilayah.
4). Adat Istiadat. Ialah
adat yang terjadi dengan sendirinya karena interaksi antar anggota masyarakat
dan antar anggota masyarakat dengan dunia luar. Dinamakan juga adat sepanjang jalan yang datang dan pergi, dan ditolerir
selama tidak melanggar adat yang tiga di atas. Pengakuan akan adanya adat-sitiadat ini menjadikan adat Minang lebih
komplit dan memberi ruang bagi anggota masyarakat untuk bereksperimen dengan
hal-hal baru dan memperkaya budayanya.
Empat
macam adat diatas adalah adat Minang semuanya dan menjadi suatu kesatuan yang
utuh. Keempatnya tidak dapat dipisahkan, dan tidak dapat dikatakan adat Minang
kalau kurang salah satu: Bukanlah adat Minang jika hanya terfokus pada adat
istiadat akan tetapi melawan Hukum Alam. Dan buknlah pula adat Minang jika
hanya berbicara tentang pengangkatan Penghulu, tetapi tidak memberi ruang untuk
berlakunya adat istiadat yang dipakai oleh orang kebanyakan.
==
Implementasi Adat Minangkabau == Dikatakan dalam pepatah adat: Partamo sambah manyambah, kaduo
siriah jo pinang, katigo baso jo basi. Banamo adat sopan santun.
Rangkaian
kata-kata pusako ini menyatakan bahwa adat Minangkabau secara sederhana dapat disimpulkan
perwujudannya menjadi tiga hal:
1). Pasambahan.
Adat Minang sarat
dengan formalitas dan interaksi yang dikemas sedemikian rupa sehingga acara
puncaknya tidak sah, tidak valid, jika belum disampaikan dengan bahasa formal yang
disebut pasambahan. Acara-acara adat, mulai
dari yang simple seperti mamanggia, yaitu menyampaikan undangan untuk menghadiri
suatu acara, hingga yang sakral dan diagungkan sebagai acara kebesaran adat,
seperti "Batagak Gala", yaitu
pengangkatan seseorang menjadi Pangulu,
selalu dilaksanakan dengan sambah-manyambah.
Sambah-manyambah
di sini tidak ada hubungannya dengan menyembah Tuhan, dan orang Minang tidak
menyembah penghulu atau orang-orang terhormat dalam kaumnya. Melainkan yang
dimaksud adalah pasambahan kato. Artinya pihak-pihak yang berbicara
atau berdialog mempersembakan kata-katanya
dengan penuh hormat, dan dijawab dengan cara yang penuh hormat pula. Untuk itu
digunakan suatu varian Bahasa Minang tertentu, yang mempunyai format baku .
Format
bahasa pasambahan ini penuh dengan kata-kata klasik,
pepatah-petitih dan dapat pula dihiasi pula dengan pantun-pantun. Bahasa
pasambahan ini dapat berbeda dalam variasi dan penggunaan kata-katanya. Namun
secara umum dapat dikatakan ada suatu format yang standar bagi seluruh
Minangkabau.
Dalam
pelaksanaan pasambahan, dalam adat Minang digariskan penentuan peran
masing-masing pihak dalam setiap pembicaraan, pihak-pihak yang berbicara
ditentukan kedudukannya secara formal, misalnya sebagai tuan rumah yang disebut
"si Pangka", sebagai tamu yang disebut "si Alek", sebagai pemohon (yang mengajukan maksud
dan tujuan perayaan}, atau sebagai yang menerima permohonan (pihak kebesaran
adat yang memiliki kewenangan dalam legalitas perayaan alek/perhelatan).
2). Sirih dan pinang
Sirih
dan pinang adalah lambang fromalitas dalam interaksi komunikasi adat masyarakat
Minangkabau. Setiap acara penting dimulai dengan menghadirkan sirih dan
kelengkepannya seperti buah pinang, gambir, kapur dari kulit kerang. Biasanya
ditaruh diatas carano yang
diedarkan kepada hadirin. Siriah dan pinang dalam situasi tertentu diganti
dengan menawarkan rokok.
Makna
sirih adalah secara simbolik, sebagai pemberian kecil antara pihak-pihak yang
akan mengadakan suatu pembicaran. Suatu pemberian dapat juga berupa barang
berharga, meskipun nilai simbolik suatu pemberian tetap lebih utama daripada
nilai intrinsiknya. Dalam pepatah adat disebutkan, siriah nan diateh, ameh nan
dibawah. Dengan sirih suatu acara sudah menjadi acara adat meskipun
tidak atau belum disertai dengan pasambahan kato. Sirih dan pinang juga mempunyai
makna pemberitahuan, adat yang lahiriah, baik pemberitahuan yang ditujukan pada
orang tertentu atau pada khalayak ramai. Karena itu, helat perkawinan termasuk
dalam bab ini.
3). Baso-basi
Satu lagi unsur adat Minang yang penting dan paling meluas penerapannya adalah baso-basi: bahkan anak-anak harus menjaga baso-basi. Tuntuan menjaga baso-basi mengharuskan setiap invidu agar berhubungan dengan orang lain, harus selalu menjaga dan memelihara kontak dengan orang disekitarnya secara terus-menerus (interaksi sosial. Sebagai orang Minang tidak boleh individualistis dalam kehidupannya.
Baso-basi diimplementasikan dengan cara yang baku. Walaupun tidak dapat dikatakan formal, baso-basi
Satu lagi unsur adat Minang yang penting dan paling meluas penerapannya adalah baso-basi: bahkan anak-anak harus menjaga baso-basi. Tuntuan menjaga baso-basi mengharuskan setiap invidu agar berhubungan dengan orang lain, harus selalu menjaga dan memelihara kontak dengan orang disekitarnya secara terus-menerus (interaksi sosial. Sebagai orang Minang tidak boleh individualistis dalam kehidupannya.
Baso-basi diimplementasikan dengan cara yang baku. Walaupun tidak dapat dikatakan formal, baso-basi
berfungsi menjaga forms, yaitu hubungan yang selain harmonis juga formal antara setiapanggota masyarakat nagari, dan menjamin bahwa setiap orang diterima dalam masyarakat itu, dan akan memenuhi tuntutan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat yang berlaku di nagari itu.
Kelembagaan Adat Minang
Satu
hal yang sangat penting adalah bahwa bagi orang Minang, adat itu adalah suatu Limbago,
atau lembaga, dan
mengandung unsur-unsur yang merupakan lembaga juga. Penghulu adalah lembaga,
urang sumando adalah lembaga. Demikian juga perkawinan, suku, hukum, semuanya
adalah lembaga. Dalam pepatah dikatakan:
Adat diisi, limbago dituang.
Jadi adat adalah sesuatu yang diisi,
dipenuhi dan dilaksanakan, sedangkan lembaga adalah suatu jabatan, suatu aturan
dasar atau undang-undang yang dibentuk dan ditetapkan untuk jangka waktu yang
lama. Lembaga tidak boleh sering diubah atau diganti, lembaga harus permanen --
dikiaskan dengan logam cor atau besi tuang.
Cupak nan Duo
Cupak
adalah alat takaran. Alat takar lain sering disebut, seperti gantang, taraju,
bungka. Maksud alat-alat ini adalah simbol lembaga hukum yang menjadi acuan
bagi masayarakat dalam menjalankan dan mengembangkan adatnya. Sebagaimana
masyarakat yang sederhana mungkin dapat melaksanakan perdagangan dengan ukuran
kira-kira, misalnya menjual beras sekarung, jagung seongook dan seterunsnya, maka masyarakat yang
teratur mangharuskan adanya takaran yang pasti, seperti liter, kilogram dan
sebagainya. Maka cupak dan gantang, bungka nan piawai, serta taraju nan tak paliang,
adalah lambang kateraturan yang diciptakan dengan lembaga adat.
Cupak nan dua adalah
1. Cupak Usali, dan
2. Cupak Buatan.
Kedua
cupak ini menjamin change and continuity dalam
adat Minang. Cupak Usali adalah adat yang baku dan permanen,
sedang Cupak Buatan adalah adat yang ditetapkan oleh Orang
Cadiak Pandai dan Ninik Mamak di
nagari-nagari untuk merespon situasi dan perubahan zaman. Namun keduanya, yang
tetap dan yang berubah, adalah lembaga yang diakui dalam adat.
Istilah cupak usali dan cupak buatan ini juga digunakan untuk
mengkategorikan lembaga lainnya, apakah termasuk yang pusaka lama atau
kesepakatan baru.
Kato nan Ampek
Kato
adalah salah satu lembaga yang sangat penting dalam masyarakat Minangkabau: tanpa kato, adat Minang
kehilangan legitimasinya. Dalam banyak masyarakat dahulu, kekuasaan dan
undang-undang dipegang oleh raja karena keturunannya. Dalam masyarakat agamis,
kekuasaan disandarkan pada otoritas wahyu, dan dalam masyarakat moderen yang
demokratis, hukum didasarkan pada konstitusi dan undang-undang tertulis.
Bagi
masyarakat Minang, kesahihan suatu hukum diukur dengan ada tidaknya kato-kato adat yang mendasarinya. Undang-undang
dibuat oleh Cerdik Pandai, mufakat dibuat oleh seluruh kaum, hukum diputuskan
oleh Penghulu. Akan tetapi landasan dan acuannya adalah kato. Suatu
pernyataan atau keputusan haruslah sesuai dengan salah satu dari empat macam
kato seperti di bawah ini:
Kato Pusako adalah pepatah petitih dan segala undang-undang adat Minangkabau yang sudah diwarisi turun temurun dan sama di seluruh alam Minangkabau. Kato Pusako ini merupakan acuan tertinggi dan tidak dapat diubah. Jumlahnya sangat banyak dan merupakan kompilasi kebijasanaan yang diambil dari falsafah Alam Takambang Jadi Guru.
Kato Mufakat adalah hasil mufakat kaum dan para penghulu
yang harus dipatuhi dan diajalankan bersama-sama. Mufakat di Minangkabau
haruslah dengan suara bulat, dan tidak dapat dilakukan voting. Dikatakan dalam
pepatah adat:
Kemenakan barajo ka mamak
Mamak barajo ka penghulu
Penghulu barajo ka mufakat
Mufakat barajo ka Nan Bana
Bana bardiri sandirinyo
Kato dahulu batapati, artinya keputusan yang sudah diambil dengan suara bulat itu haruslah ditepati dan dilaksanakan.
Kato
kudian kato bacari,
artinya keputusan itu ada kemungkinan tidak dapat dijalankan karena suatu hal.
Dalam hal ini harus dicari pemecahannya, dilakukan musyawarah dan dibuat
kesepakatan baru. Adalah bertentagan dengan adat jika suatu keputusan harus
dipaksakan, tanpa memberi peluang untuk mengajukan keberatan atau banding.
Undang nan Ampek
Ninik
moyang orang Minangkabau sudah menetapkan Undang-undang yang menjadi dasar
pemerintahan adat zaman dahulu, mencakup pemerintahan Luhak dan Rantau, pemerintahan Nagari dan
peraturan yang berlaku untukSuku dan Nagari. Juga peraturan untuk individu.
1. Undang-undang Luhak dan Rantau
2. Undang-undang Nagari
3. Undang-undang dalam Nagari
4. Undang-undang nan Duopuluh
Undang-undang Luhak dan Rantau menyatakan bahwa di daerah Luhak berlaku pemerintahan oleh Penghulusedang di daerah Rantau berlaku pemerintahan oleh Raja-raja.
Undang-undang
Nagari menentukan syarat-syarat pembentukan suatu Nagari. Nagari boleh dibentuk jika sudah terdapat
sekurangnya empat suku, yang masing-masing suku itu harus terdiri dari beberapa paruik.
Suatu nagari harus mencukupi dibidang ekonomi dan budaya: mempunyai sawah
ladang, balai adat dan mesjid, sarana transportasi, air bersih, lapangan
bermain.
Undang-undang
dalam Nagari mengatur hak dan kewajiban penduduk
Nagari: saling bertolong-tolongan, tidak menyakiti dan menganiaya orang lain,
membayar hutang dan mengembalikan barang yang dipinjam, meminta maaf jika
bersalah, dan sebagainya. Di sini sangat berperan mekanisme kontrol yang
bernama rasa malu
Undang-undang
nan Duopuluh adalah undang-undang pidana: delapan
bahagian merupakan tindak pidana, dan duabelas bagian merupakan tuduhan dan
sangkaan.
Empat
Undang-undang inilah pegangan para
penghulu dalam menjalankan pemeritahan di Nagari-nagari, dengan dibantu oleh Manti, Malin dan Dubalang.